|
---|
Monday, May 2, 2011
Tanaberu, Negeri Perajin Perahu
Oleh Andari Karina Anom
Anda yang mencintai laut tentu senang mengarunginya dengan perahu. Di Sulawesi Selatan, sekitar 150 km (lima jam perjalanan darat) ke selatan kota Makassar, terdapat sebuah desa pantai yang penduduknya terkenal piawai membuat perahu. Namanya Tanaberu.
Desa yang terletak di Kecamatan Bonto Bahari, Bulukumba ini dijuluki “Butta Panrita Lopi” atau Negeri Perajin Perahu. Yang dibuat di sini adalah pinisi, perahu tradisional Bugis Makassar yang terkenal telah melayari samudera sejak dulu kala.
Penduduk Tanaberu turun-temurun mewarisi keahlian membuat pinisi dari nenek moyang mereka. Alkisah, di awal abad ke-14, Putra Mahkota Kerajaan Luwu yang legendaris, Sawerigading, berlayar ke negeri Tiongkok untuk meminang Putri We Cudai. Dalam pelayaran pulang, kapalnya diamuk badai lalu karam setelah terbelah tiga di perairan Bulukumba.
Pecahan-pecahan kapal yang terdampar di desa Ara, Tanaberu dan Lemo-lemo kemudian dirakit kembali oleh warga tiga desa itu menjadi perahu yang disebut pinisi. Warga desa percaya, itulah tuntunan Sawerigading kepada mereka untuk menjadi perajin perahu.
Sejak itu, masyarakat tiga desa ini (terutama Tanaberu dan Ara) kemudian menekuni pembuatan perahu pinisi. Tata cara pembuatan pinisi menjadi baku dan berdisiplin tinggi. Semua tahapan memiliki ritual tersendiri serta dikerjakan secara tradisional. Para perajin perahu bekerja berdasarkan naluri belaka tanpa gambar rancangan kapal.
Pembuatan pinisi selalu diawali dengan ritual upacara yang dipimpin Pandita Lopi, tokoh adat yang juga perajin perahu. Upacara itu meliputi peletakan balok lunas yang mengarah ke timur laut, lalu balok lunas yang mengarah ke barat laut. Perahu dibuat dari kayu jenis Bitti, Katonde dan Welengreng yang kuat dan tahan air. Uniknya, penebangan pohon sebagai bahan perahu hanya dapat dilakukan pada tanggal 5 dan 7 setiap bulannya — dua tanggal baik yang dianggap sebagai hari-hari murah rezeki bagi penduduk Bonto Bahari.
Pembuatan perahu pinisi dipimpin oleh punggawa (kepala tukang) dengan bantuan oleh sawi (tukang) dan para calon sawi. Ada pula upacara pemasangan papan pengapit lunas yang disebut Kalebiseang yang berjumlah 126 lembar. Setelah itu dilanjutkan dengan Anjerreki, upacara memperkuat lunas, dilanjutkan dengan pemasangan bagian buritan dan kemudi bawah.
Setelah papan perahu kuat, sekujur tubuh pinisi kemudian didempul dengan bahan campuran kapur dan minyak kelapa. Satu perahu bisa menghabiskan 20 kilogram adonan dempul. Badan perahu yang telah didempul itu kemudian dihaluskan dengan kulit pepaya.
Setelah badan dan kerangka perahu tuntas, barulah dipasang tiang dan layar. Pinisi memiliki dua tiang utama dengan tujuh helai layar. Pada umumnya perahu ini berukuran kecil dengan daya angkut 20-30 ton dengan panjang 10-15 m.
Kendati dibangun dengan teknik yang sangat tradisional, pinisi terkenal presisi dan indah. Para perajin pinisi di Tanaberu dikenal sampai ke mancanegara. Sebagian besar pemesan berasal dari luar negeri, terutama Eropa, Amerika dan Kanada, Afrika, Malaysia dan Singapura.
Muslim, salah seorang juragan pembuatan perahu, mengatakan, biasanya mereka mendapat pesanan dengan aneka penambahan terutama interior dan teknologi — seperti pesanan seorang warga Perancis yang ingin memajang pinisi di museum bahari di Paris. Sementara itu, Haji Jafar, perajin pinisi, membuat perahu wisata berbobot 100 ton berdasarkan pesanan dari Belanda dan Singapura.
Perahu pinisi menjadi buah bibir dunia berkat ekspedisi Pinisi Nusantara yang melakukan pelayaran bersejarah dari dermaga Muara Baru, Jakarta, menyeberangi Samudera Pasifik menuju Vancouver, Kanada.
Bertolak pada 9 Juli 1986 dan dipimpin Capt. Gita Ardjakusuma, Pinisi Nusantara berhasil mengatasi rintangan berupa ombak besar dan badai di perjalanan. Setelah berlayar 68 hari, pinisi dengan panjang 37 m dan bobot 120 ton ini pun berhasil berlabuh di Vancouver — menempuh jarak lebih dari 10,000 mil laut.
Setelah pelayaran Pinisi Nusantara, terdapat pula beberapa ekspedisi pelayaran melintasi samudera dengan rute berbeda oleh pinisi-pinisi buatan perajin perahu Tanaberu.
Foto pertama: Tempo/Wahyu Setiawan
Foto kedua: Tempo/Hariandi Hafid
Sumber: www.yahoo.com